TINGKAT PEMBERIAN
TEPUNG DAUN GAMAL (Gliricidia
sepium) TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN, KOMSUMSI,
DAN KONVERSI RANSUM AYAM KAMPUNG SUPER FASE STARTER
PROPOSAL
Oleh
DIDIK KHOIRUL RUDIN
Nim : 621 409 067
PROGRAM STUDI
PETERNAKAN
FAKULTAS ILMU-ILMU
PERTANIAN
JURUSAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan kenaikan jumlah penduduk di indonesia,
pengetahuan gizi yang bertambah serta kemampuan daya beli masyarakat yang
meningkat berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan konsumsi daging sebagai salah satu bahan pangan sumber protein
hewani, Daging ayam salah satu sumber protein
hewani yang menjadi pangan yang banyak diminati masyarakat.
Ternak unggas mempunyai
prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, dikarenakan dapat memproduksi
daging dengan cepat untuk kebutuhan masyarakat. jenis ternak unggas yang
berpotensi tinggi untuk terus dikembangkan, salah satunya adalah ayam kampung
super. Ayam kampung super merupakan hasil rekayasa genetik yang memiliki
tingkat pertumbuhan sangat cepat, kemampuan adaptasi baik dengan kondisi
lingkungan dan mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi.
Usaha peternakan ayam kampung super
merupakan jenis usaha pemeliharaan ternak yang unggul karena waktu yang
diperlukan relatif singkat. Namun dalam pemeliharaannya memerlukan biaya yang
cukup tinggi khususnya pada penyediaan ransum. Ransum merupakan komponen
terbesar dari biaya produksi yang dapat mencapai 60-70% dari total biaya
produksi. Penyediaan ransum yang memadai secara kualitas dan kuantitas sangat
diharapkan dalam peningkatan produktifitas ayam kampung super. Produktifitas
yang baik memerlukan ransum yang tepat, berimbang dan efisien.
Dengan tingginya dan mahalnya biaya
produksi pakan perlu berinisiatif dengan menyusun ransum sendiri.
Namun untuk itu, diperlukan upaya untuk mencari alternatif sumber bahan pakan dengan
memanfaatkan bahan ransum Non
konvensional yang murah, kualitasnya baik, dan mudah ditemukan di sekitar wilayah
peternakan serta tidak bersaing dengan pangan dan dapat
menekan biaya produksi. Salah
satunya adalah Daun gamal (Gliricidia
sepium) merupakan jenis daun dari tanaman leguminosa yang bayak ditemukan di wilayah peternakan.
Gamal adalah salah satu
jenis tanaman leguminosa yang termasuk jenis tanaman pohon dan perdu
yang tidak dapat dijangkau ternak. Pemanfaatan tanaman leguminosa sebagai bahan
ransum unggas membutuhkan bantuan manusia. Daun-daun dari jenis tanaman ini
dapat diolah menjadi tepung daun sehingga dapat dikonsumsi oleh ternak unggas.
Meskipun penambahan tepung daun dibatasi dalam formulasi ransum tetapi
diharapkan dapat meningkatkan efesiensi biaya produksi. Daun gamal adalah bahan pakan alternatif yang dapat
digunakan dan dipilih sebagai bahan penyusun ransum mengingat mudah didapat dan
mempunyai kandungan nutrisi yang baik serta tersedia secara kontinyu. Berdasarkan
hasil analisis penelitian ternak Ciawi Bogor, komposisi kimia daun gamal
mengandung protein 25,17 %, lemak 2,9%, abu 8,8%, energi kasar, 19,89 kj/kg,
mineral Ca 2,0 %, P 0,35 %, Na 0,4% dan Mg 0,75% (Wina dan Syahgiar, 1991).
Berdasarkan
potensi gizi tersebut maka secara kuantitatif tepung daun gamal (Gliricidia sepium) dapat dijadikan
sebagai bahan ransum ayam kampung super. Namun gamal mempunyai
palatabilitas rendah dikarenakan baunya yang spesifik, bau yang spesifik ini
berasal dari senyawa coumarin, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan
dengan pelayuan daun gamal sebelum diberikan pada ternak. Sedangkan pada ternak
unggas sebelum diberikan, perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan yang
dimaksudkan adalah dengan mengubah bentuknya menjadi tepung daun (Sutikno dan
Supriyadi, 2005).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian
terhadap pemberian tepung daun gamal (Gliricidia
sepium) terhadap pertambahan berat badan, konsumsi, dan konversi ransum
pada ayam kapung super.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apakah dengan penambahan tepung daun
gamal (Gliricidia sepium) dalam
ransum dapat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi dan
konversi ransum pada ayam kampung super?
2.
Berapa persentase level terbaik
penggunaan tepung daun gamal?
1.3 Tujuan Penelititian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penambahan tepung daun gamal (Gliricidia
sepium) terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi ransum pada
ayam kampung super
1.4 Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah tentang pengaruh penambahan tepung daun gamal (Gliricidia sepium) terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan
konversi ransum pada ayam kampung super.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Ayam
Kampung Super
Pada tahun 1998 tim peneliti balai penelitian ternak telah
melakukan seleksi ayam kampung yang diperoleh dari kecamatan cigudeg dan
kecamatan ciawi di kabupaten bogor, dan kecamatan cugenang di kabupaten
cianjur, dari kecamatan jati wangi di kabupaten majalengka, dan dari kota
depok. seleksi pada mulanya dilakukan untuk menghasilkan sifat mengeram, namun
kemudian dilanjutkan dengan melakukan seleksi dengan kreteria produksi telur
tertinggi pada 6 bulan pertama pada masa bertelur. intensitas seleksi sebesar
50%berarti sebanyak 50% dari populasi induk ayam yang berproduksi telur
tertinggi dipilih untuk dijadikan induk pada generasi berikutnya. saat ini
sudah tersedia ayam kampung super generasi ke-6 (sofjan, 2012)
Ayam kampung super bertubuh besar mirip ayam negeri sehingga
bobot tubuhya lebih berat dibandingkan dengan ayam kampung seumurnya dalam usia
dua bulan beratnya bisa mencapai lebih dari 1,5 kg dan pertumbuhan tubuhnya
lebih cepat dibandingkan ayam kampung lainya, bahkan hampir menyamai ayam
negeri. kandungan lemak pada dagingnya sangat sedikit dan rasa dagingnya sama
dengan rasa daging ayam kampung. masa panen atau umur siap potong tidak jauh
berbeda dengan ayam kampung lain, pada umur 2-3 bulan ayam ini sudah bisa
dikomsumsi.hal ini berbeda dengan ayam kampung yang baru bisa dikomsumsi
setelah umur 4 bulan.
Perbedaan yang paling signifikan antara ayam kampung umumnya
dengan ayam kampung super terlihat pada kemampuan menghasilkan daging, terutama
pada organ tubuh bagian dada dan bagian paha, seperti ayam pedaging unggul
lainya, perkembangan kedua jenis otot tersebut menunjukan bahwa ayam kampung
super memiliki sifat dengan jenis ayam pedaging lainya. Ciri-cirinya adalah
otot bagian dada dan paha tumbuh lebih cepat dan dominan daripada bagian tubuh
lainya (yaman, 2012).
Laju pertumbuhan ayam kampung super memang bisa dibilang
bagus yaitu bisa mencapai berat 0,6-0.8 kg pada umur pemeliharaan 45 hari, akan
tetapi tingkat komsumsi pakan masih tergolong tinggi. karkas ayam kampung super
sepintas memang agak sulit dibedakan dengan ayam kampung asli. pertumbuhan ayam
kampung super tidak sebesar ayam pertumbuhan ayam kampung rata-rata, oleh
karana itu dapat dimanfaatkan sebagai induk yang dapat disilangkan ayam
pejantan unggul local lainya, yang mempunyai sifat pertumbuhan yang lebih
cepat. hasil persilangan ini dijadikan sebagai ayam niaga (final stock) pedaging lokal yang pertumbuhanya lebih cepat.
2.2 Gamal (Gliricidia sepium)
Di
Indonesia Gliricidia sepium atau
yang dikenal dengan gamal, berasal dari Amerika Tengah dan
Selatan, termasuk tumbuh terenial berukur seperti pohon kecil atau semak tinggi
dan berakar dalam (Chadokar, 1984), lebih lanjut dinyatakan bahwa produksi
segar (daun dan batang) gamal bila ditanam pagar pada areal seluas 1 Ha dengan
jarak tanam 1,32 m dan dipanen selama 5 bulan memberi hasil 74,047 kg segar
atau 42,963 kg/ha/tahun daun segar.
Tanaman
gamal sebenarnya telah lama dikenal dipedesaan, namaun pemanfaatannya dan
pembudidayaan tanaman tersebut sebagai sumber pakan belum banyak mendapat
perhatian. kegunaan tanaman gamal adalah sebagai tanaman naungan, pagar hidup,
penunjang tanaman lain dan sumber hijauan makanan ternak (Mathius, 1984).
Menurut Gohl (1981), klasifikasi tanaman gamal (Gliricidia sepium) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Papiloceae
Ordo : Rosales
Genus : Gliricidia
Species : Gliricidia
sepium
Gohl,(1981) menyatakan
bahwa tanaman gliricidia tergolong pohon berukuran sedang dengan tinggi
6-15 meter. Pertumbuhannya sangat cepat dan produksinya tinggi serta berumur
relatif panjang. Tanaman
gamal yang memiliki pohon kecil ini biasanya bercabang banyak dengan tinggi
2-15 m. Adapun ciri-ciri daun gamal diantaranya batang berdiameter 15-30 cm
berwarna hijau ketika masih muda dan jika sudah tua berwarna putih keabu-abuan
sampai cokelat kemerahan dengan bintik-bintik berwarna putih. Gamal memiliki
bentuk daun elips (oval) dengan panjang rata-rata 2-7 cm dan lebar 1-3 cm.
Ujung daun berbentuk lancip dan pangkalnya tumpul (bulat).
2.3
Proses Pengolahan Daun Gamal
Persiapan dimulai dari penyediaan bahan daun gamal
yang selanjutnya melalui tahapan pengolahanya yang dapat dilihat pada gambar
dibawa ini.
Gambar. Diagram pengolahan Daun gamal menjadi Tepung.
2.3 kandungan Nutrisi Daun Gamal
Pada dasarnya pemanfaatan daun gamal
sebagai bahan ransum ternak sangat menguntungkan karena tanaman jenis
leguminosa pohon ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Protein
kasar berada diantara 18-30% dan nilai kecernaan 50-65%. Selain itu cara
budidayanya cukup mudah, tetap berproduksi dengan optimal meskipun kemarau dan
dapat memperbaiki kesuburan tanah (BPTU, 2009).Kandungan gamal segar, kering matahari dan kering mutlak disajikan
dalam tabel berikut.
Tabel 1. Kandungan gamal segar, kering matahari dan
kering mutlak
Zat Nutrisi
|
Daun
Gamal
|
||
Segar
(%)
|
Kering
Matahari (%)
|
Bahan
Kering (%)
|
|
Air
Protein kasar
Lemak
BETN
Ca
P
Serat kasar
Abu
|
74,56
6,16
1,18
4,63
1,55
0,06
10,27
2,30
|
7,98
23,11
4,43
17,37
2,05
0,21
38,49
8,62
|
-
25,11
4,81
18,88
2,23
0,23
41,83
9,97
|
Sumber:
(Sulastri, 1984)
Daun gamal sudah banyak dianalisis secara proksimat
baik di dalam dan luar negeri, komposisi larutan protein sangat bervariasi
tetapi secara umum relatif lebih tinggi dari pada rumput-rumputan.
Menurut Smith dan Van Houtert (2000)
bahwa daun gamal mempunyai kandungan PK sekitar 23,00 %, SK 20,70 % dan Ca 1,71
%. Kandungan zat makanan daun gamal dapat dilihat pada tabel.
Tabel 2. Kandungan zat makanan daun
gamal
Nutrien
|
Kandungan (% BK)
|
Protein kasar
Serat kasar
Lemak kasar
Abu
Ca
|
23,00
20,27
3,10
9,70
1,71
|
Sumber: (Smith dan Van Houtert, 2000)
Berdasarkan hasil analisis penelitian ternak Ciawi
Bogor, komposisi kimia tanaman gamal ini mengandung protein 25,17 %, lemak
2,9%, abu 8,8%, energi kasar, 19,89 kj/kg, mineral Ca 2,0 %, P 0,35 %, Na 0,4%
dan Mg 0,75% (Wina dan Syahgiar, 1991). Kandungan pro vitamin A pada daun
gamal, karoten 368,5 mg/kg BK dan xantofil 892,5 mg/kg BK (Tangendjaja dan
Wina, 1993)
Abrianto (2011), menyatakan bahwa pada pohon gamal
terdapat molekul alkaloid (yang belum dapat diidentifikasi) dan Tanin, senyawa
pengikat protein yang tergolong zat anti nutrisi. Namun kedua senyawa ini
jumlahnya tidak sebanyak jika dibandingkan dengan Calliandra calothrysus.
Selanjutnya
dijelaskan bahwa kelemahan gamal sebagai bahan ransum ternak yaitu mengandung
zat racun. Pertama dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan
dapat mengganggu serta menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan
merupakan hasil konversi dari coumarin yang disebabkan oleh bakteri
ketika terjadi fermentasi. Meskipun coumarin tidak beracun, jika berubah
menjadi senyawa dicoumarin dapat berbahaya bagi ternak, terutama ternak
monogastrik seperti kelinci dan unggas. Fakta lapangan menunjukkan tidak banyak
ternak ruminansia yang keracunan dicoumerol yang disebabkan oleh daun
gamal. Senyawa racun lainnya adalah HCN (Hydro Cyanic Acid) sering
disebut juga Prusic Acid atau asam sianida. Kandungan HCN dalam gamal
tergolong rendah 4 mg/kg, dibanding umbi singkong/ketela pohon yang dapat
mencapai 50-100 mg/kg, namun hal ini perlu juga diwaspadai. Zat lain yang perlu
diwaspadai adalah nitrat (NO3). Sebenarnya nitrat tidak beracun
terhadap ternak, namun jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit yang
disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Dalam gamal juga terdapat
zat anti nutrisi, tanin walaupun dalam konsentrasi yang cukup rendah
dibandingkan kaliandra (Calliandra cathrysus) (BPTU, 2009).
Gliricidia sepium atau yang sering disebut gamal
mempunyai palatabilitas rendah dikarenakan baunya yang spesifik (Mathius, dkk.
1981). Selanjutnya Sutikno dan Supriyadi (1995) menyatakan bau yang spesifik
ini berasal dari senyawa coumarin, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat
dilakukan dengan pelayuan daun gamal sebelum diberikan pada ternak. Pada ternak
(terutama sapi) yang belum terbiasa terhadap gamal perlu dilakukan pembiasaan
terlebih dahulu. Sedangkan pada ternak unggas sebelum diberikan, perlu diolah
terlebih dahulu. Pengolahan yang dimaksudkan adalah dengan mengubah bentuknya
menjadi tepung daun (Sutikno dan Supriyadi, 2005). Cara lain untuk meningkatkan
palatabilitas ternak terhadap daun gamal adalah pemberian dalam bentuk kering,
karena pengeringan dapat mengurangi kandungan kumarin dan asam sianida
(Tangendjaja et al., 1991 dan Shull, 1985). Selain itu dengan mengguanakan
metode silase, daun gamal dapat digunakan sebagai bahan pakan cadangan yang
cukup awet dan disukai oleh ternak.
2.5 Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi
setiap ekor ayam dalam waktu tertentu. Wahju (1997) menjelaskan bahwa konsumsi
ransum merupakan jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum.
Bila ransum diberikan tidak terbatas atau ad
libitum, ayam akan makan sepuas-puasnya hingga kenyang. Rasyaf (1992)
menyatakan bahwa konsumsi ransum merupakan sejumlah nutrisi yang ada di dalam
ransum yang tersusun dari berbagai bahan ransum untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi ternak.
Ayam mengkonsumsi ransum terutama dalam rangka memenuhi
kebutuhan energinya. Konsumsi akan meningkat bila ayam diberikan ransum dengan
kadar energi rendah (Wahju,1997). Laju ransum dalam alat pencernaan dapat
mempengaruhi jumlah ransum yang dikonsumsi, makin cepat aliran ransum dalam
alat pencernaan maka makin banyak pula jumlah ransum yang dikonsumsi. Faktor
lain yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas dan selera. Palatabilitas
dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur, dan suhu dari ransum yang diberikan.
Selera merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar. Faktor lain yang
juga mempengaruhi konsumsi adalah ternak, lingkungan, dan stres karena penyakit
(Wahju, 1997).
Ransum yang dikonsumsi ternak sebagian dicerna dan diserap
tubuh. Sebagian yang tidak dicerna akan diekskresikan dalam bentuk ekskreta.
Hal ini dipertegas Murtidjo (1987) bahwa komposisi makanan ternak yang
mengandung serat kasar tinggi, akan menyebabkan lebih banyak serat kasar
dikeluarkan lewat ekskreta (kotoran) sehingga kesempatan efesiensi yang
diperoleh dari ransum yang dikonsumsi akan hilang. Hal tersebut menyebabkan
ternak unggas berproduksi dan bertumbuh tidak optimal.
Konsumsi ayam dapat pula dipengaruhi oleh kapasitas
tembolok. Meskipun kebutuhan energinya
belum terpenuhi, namun ayam akan berhenti makan apabila temboloknya sudah penuh
(Tilman, dkk, 1986). Rasyaf (1992), menyatakan bahwa tembolok
merupakan alat pencernaan pertama sebelum masuk ke proses berikutnya. Sebagai alat pencernaan pertama yang sifatnya
sebagai penampung, kapasitas tembolok tidak banyak atau terbatas.
Cahyono (2001)
menyatakan bahwa ransum yang baik harus mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral dalam jumlah berimbang. Selain memperhatikan kualitas
pemberian ransum juga harus sesuai dengan umur ayam karena nilai gizi dan
jumlah ransum yang diperlukan pada setiap pertumbuhan berbeda.
Serat kasar dalam
ransum yang tinggi dapat menyebabkan ayam mengkonsumsi ransum dalam jumlah
sedikit karena ayam akan merasa cepat kenyang. Semakin tinggi serat kasar dalam
ransum menyebabkan jumlah konsumsi ransum semakin menurun, karena ransum
bersifat “bulky” sehingga ransum yang
dikonsumsi terbatas (Cherry, 1982). Menurut Riza (2009) unggas mengkonsumsi
ransum kira-kira 5% dari bobot badannya.
2.6 Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan mempunyai definisi yang sangat
sederhana yaitu peningkatan ukuran tubuh (Hunton, 1995). Pertambahan bobot
badan juga dapat diartikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi pertambahan
bobot hidup, bentuk dimensi liniear dan komposisi tubuh termasuk
komponen-komponen tubuh seperti otak, lemak, tulang, dan organ-organ serta
komponen-komponen kimia terutama air dan abu pada karkas
(Soeparno, 2005).
Pertambahan bobot badan
diperoleh melalui pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan
berulang-ulang dalam waktu tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan (Tillman et al., 1991). Kecepatan pertumbuhan
mempunyai variasi yang cukup besar, keadaan ini bergantung pada tipe ayam,
jenis kelamin, galur, tata laksana, temperatur lingkungan, tempat ayam tersebut
dipelihara, kualitas dan kuantitas ransum (Anggorodi, 1980).
Pada masa pertumbuhan, ayam harus memperoleh ransum yang
banyak mengandung protein, zat ini berfungsi sebagai pembangun, pengganti sel
yang rusak dan berguna untuk pembentukan telur. Kebutuhan protein perhari ayam
sedang bertumbuh dibagi menjadi tiga bentuk kebutuhan yaitu protein yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan, protein untuk hidup pokok dan protein
untuk pertumbuhan bulu (Wahju, 2004).
Pertumbuhan sangat erat hubungannya dengan konsumsi, dan diperkirakan
63% dari penurunan pertumbuhan
disebabkan karena menurunnya konsumsi ransum dari ayam.
Temperatur tinggi dan saat ayam dalam keadaan stress,
akan menurunkan pertumbuhannya karena konsumsi ransum
yang menurun (Leeson dan Summer, 1991).
Waksito
(1983) mengemukakan bahwa ransum merupakan salah satu faktor yang menentukan
kecepatan pertumbuhan, oleh karena itu untuk mencapai pertumbuhan yang optimal
sesuai dengan potensi genetik diperlukan suatu ransum yang mengandung cukup unsur
gizi secara kualitatif dan kuantitatif.
Dengan demikian ada hubungan antara pertumbuhan dengan konsumsi
ransum. Sejalan dengan itu Tilman, dkk
(1986) menyatakan bahwa makanan merupakan suatu masalah yang penting dalam
suatu usaha peternakan, sebab untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan
dibutuhkan sejumlah zat makanan yang bermutu, baik kualitas maupun
kuantitasnya.
Keseimbangan zat-zat
nutrisi, terutama imbangan energi dan protein penting karena nyata mempengaruhi
pertumbuhan. Pada umumnya semua ternak unggas, khususnya ayam
broiler termasuk golongan yang memiliki pertumbuhan
cepat. Pertumbuhan ayam pedaging sangat cepat dan pertumbuhan dimulai sejak
menetas sampai umur 8 minggu, setelah itu kecepatan
pertumbuhan akan menurun (Scott et al.,
1982 cit Rasyaf, 1992).
2.7 Konversi Pakan
Sudjana (2008)
mengemukakan bahwa konversi ransum diperoleh dari perbandingan ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam waktu pemeliharaan tertentu.
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu
dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil
berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan atau ayam makan dengan efisien.
Hal ini dipengaruhi oleh besar badan dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar
energi dalam ransum, dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2000).
Nilai
suatu ransum selain ditentukan oleh nilai konsumsi ransum dan tingkat
pertumbuhan bobot badan juga ditentukan oleh tingkat konversi
ransum, dimana konversi ransum menggambarkan banyaknya
jumlah ransum yang digunakan untuk pertumbuhannya
(Wiradisastra, 1986). Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik. Nilai konversi ransum
berhubungan dengan biaya produksi, khususnya biaya ransum, karena semakin tinggi konversi
ransum maka biaya ransum akan meningkat karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot badan
dalam jangka waktu
tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang
dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah (Card dan
Nesheim, 1972).
Faktor
utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, temperature, sanitasi,
kualitas pakan, jenis ransum, pengunaan zat aditif, kualitas air, pegafkiran,
penyakit dan pengobatanya, manajemen pemeliharaan, selain itu factor pemberian
pakan,penerangan, dan factor social turut mempengaruhi konversi pakan (lancy
dan vest 2000).
2.8
Kerangka Pikir
Kerangka pikir
dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar.
Gambar. Kerangka pikir penelitian pemanfaatan
tepung daun Gamal terhadap pertambahan bobot badan, komsumsi,dan konversi
ransum
2.9 Hipotisis Penelitian
Diduga bahwa penambahan
tepung daun gamal dalam ransum dengan tingkat yang berbeda berpengaruh pada
konsumsi, pertambahan bobot badan, dan konsumsi ransum ayam kampung super.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan, di
kandang ayam JDS (jalan dua susun), Kelurahan Dembe jaya, Kecamatan Kota Utara,
Kota Gorontalo. Waktu Penelitian ini dimulai dari bulan November 2014, Sampai
dengan selesai.
3.2 Materi Penelitian
1. Ternak
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah Day
Old Chick (DOC) ayam kampung super sebanyak 80 ekor, Sesuai dengan jumlah yang
akan digunakan untuk penelitian.
2. Kandang
Kandang yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kandang koloni (colony cage) yang terbuat dari material
kayu dan bambu beralas ran kawat yang berukuran 4m x 2m yang terbagi menjadi 16
petak dan ukuran tiap 1m x 0,5m, yang masing-masing unit dilengkapi dengan tempat
pakan dan minum, dan lampu pijar 40 watt Sebagai penerang.
3. Peralatan
Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi: timbangan untuk menimbang
ransum, bobot badan, konsumsi dan konversi pakan, ember untuk wadah mencampur dan
menyimpan ransum, Alat tulis menulis, serta kamera untuk dokumentasi.
4. Ransum
Ransum yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ransum hasil formulasi, menggunakan bahan pakan
yaitu jagung kuning, dedak padi (bekatul), tepung ikan, kedelai giling, bungkil
kelapa, tepung daun gamal, minyak kelapa, Suplemen Ca & P,
premix dan garam. Ransum disusun sesuai kebutuhan nutrien untuk ayam kampung
super, menggunakan ransum dengan kandungan energi metabolisme sebesar 2900 Kkal/kg,
dengan kandungan protein kasar sebesar 18% .
3.3
Formulasi Ramsum Penelitian
Kandungan
nutrisi bahan pakan yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat Pada Tabel
.
Tabel 3. kandungan
Bahan Pakan
Bahan Pakan
|
BK
(%)
|
Protein
(%)
|
ME
(Kkal/kg)
|
Serat Kasar
(%)
|
Lemak
(%)
|
Ca
(%)
|
P
(%)
|
Jagung kuning
Dedak padi
Bungkil kelapa
Kedelai giling
Tepung ikan
|
83
89.7
86.3
89.5
91.9
|
9
11.5
20.5
37
53.9
|
3430
2100
1540
3510
2640
|
2.5
20.5
12
5.7
1
|
3.8
7.9
6.7
17.9
4.2
|
0.02
0.07
0.18
0.39
5.68
|
0.28
1.5
0.54
0.83
3.73
|
Tepung
daun gamal
|
92.02
|
25.17
|
19.89
|
20.27
|
2.9
|
2
|
0.13
|
Minyak kelapa
Suplemen Ca & P
Garam
Premiks
|
0
99
99.6
99.6
|
0
0
0
0
|
8600
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
38
0
0
|
0
10
0
0
|
Untuk Formulasi ramsum
dan komposisi nutrien masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel
Tabel 4. Komposisi Nutrisi Formulasi Ransum
Percobaan
Bahan Pakan
|
Perlakuan
|
|||
P0
|
P1
|
P2
|
P3
|
|
Jagung
kuning
Dedak
halus
Bungkil
kelapa
Kedelai
giling
Tepung
ikan
Tepung
daun gamal
Minyak
kelapa
Suplemen
Ca & P
Garam
Premiks
|
49.0
15.0
7.0
14.5
11.0
0.0
1.0
1.0
0.5
1.0
|
47.0
16.0
7.0
13.0
10.0
3.0
1.5
1.0
0.5
1.0
|
45.0
15.0
6.7
14.0
8.0
6.0
2.8
1.0
0.5
1.0
|
43.0
13.0
5.0
19.5
5.0
9.0
3.0
1.0
0.5
1.0
|
Total
|
100.0
|
100.0
|
100.0
|
100.0
|
Tabel 5.
Komposisi Nutrisi Pakan Ransum Percobaan
Kandungan
Nutrient
|
P0
|
P1
|
P2
|
P3
|
Bahan kering (%)
Protein (%)
Energi
Metabolisme (Kkal/kg)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Ca (%)
P (%)
|
85.74
18.86
2988.85
6.08
6.57
1.09
1.03
|
85.47
18.46
2905.80
6.74
6.35
1.09
0.99
|
84.47
18.15
2906.27
7.10
6.36
1.04
0.91
|
84.48
18.57
2901.14
7.33
6.96
0.95
0.80
|
3.4 Rancangan Penelitian
Dalam Penelitian ini rancangan
penelitian yang akan digunakan yaitu mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
(Gazper, 1991) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana 4 perlakuan
terdiri dari :
P0 : Ransum Dasar (Kontrol)
P1 : Ransum Dasar Mengandung 3% Tepung
Daun Gamal
P2 : Ransum Dasar Mengandung 6% Tepung
Daun Gamal
P3 : Ransum Dasar Mengandung 9% Tepung Daun Gamal
Masing – masing perlakuan di ulang
sebanyak 4 kali, sehingga dibutuhkan 80 ekor ayam kampung super.
3.5 Prosedur Penelitian
1)
Persiapan dimulai dari penyediaan tepung daun yang
akan dijadikan bahan penelitian yaitu daun gamal, daun tersebut sebelumnya
dikeringkan terlebih dahulu dan dibuat dalam bentuk tepung, selanjutnya
ditambahkan (dicampur) dengan bahan pakan lain, dan dibuat dalam suatu
formulasi ransum yang akan diberikan pada ayam kampung super. Ransum kontrol
dan ransum perlakuan serta air minum diberikan secara ad-libitum pada pagi,
siang dan sore hari.
2) Persiapan
kandang penelitian dilakukan sebelum DOC (Day
Old Chick) datang. Persiapan dilakukan dengan pengalasan kandang
menggunakan serbuk gergaji yang ditutup dengan kertas koran, penyemprotan
desinfektan untk membasmi mikroba atau parasit dalam kandang, pemasangan alat
pemanas dengan menggunakan balon pijar 40 watt sebanyak 16 buah.
3) Day Old Chick
(DOC) yang digunakan berjumlah 80 ekor. Pada saat masuk DOC diistirahatkan dan
diberi air gula pasir untuk memenuhi kebutuhan energi yang hilang dalam
perjalanan dan empat jam kemudian DOC diberi pakan berupa butiran dan air minum.
Day Old Chick (DOC) ditempatkan dalam
kandang litter yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum.
4) Pemeliharaan
melalui 2 tahap pemeliharaan, pertama pada priode broading diberikan ransum P0 selama
10 hari dan pemeliharaan ke 2 yaitu umur 11 sampai 39 hari diberikan ransum
mengandung perlakuan tepung daun Gamal. sebelum dimasukkan dalam petak kandang ayam
ditimbang untuk mendapat berat badan homogen, dan setiap petak kandang di isi 5
ekor ayam kampung. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak sebelum ayam dimasukkan
dalam petak kandang.
5) Vaksinasi
ND dengan vaksin strain ND B1 melalui tetes mata pada umur 4 hari. Vaksin
gumboro pada umur 12 hari melalui air minum dan vaksin ND lasota pada umur 21
hari melalui air minum.
3.6
Teknik Pengambilan Data
Pengumpulan data
akan dilakukan setiap hari selama penelitian, penghitungan konsumsi ramsum akan
dilakukan setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan akan dilakukan setiap
minggu pada pagi hari sebelum ternak diberikan pakan.
3.7
Parameter Penelitian
Parameter
yang diukur dalam penelitian ini adalah :
1)
Konsumsi Pakan
Konsumsi ransum dihitung dengan menimbang ransum yang diberikan dan
sisa ransum setiap minggu. Konsumsi ransum per ekor perminggu dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Konsumsi pakan (g/e/mg) =
|
Ransum yang diberikan (g) –
Ransum sisa (g)
|
Jumlah ayam (e)
|
2)
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan
setiap minggu diukur dengan menimbang ayam pada akhir minggu. Pertambahan bobot
badan per ekor perminggu dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PBB (g) =
|
BBt (g) – BBt-1
(g)
|
Jumlah ayam
|
Keterangan :
PBB = Pertambahan berat badan
BBt = Berat badan akhir minggu (berat
akhir)
BBt-1 = Berat badan minggu sebelumnya
(berat awal)
t = Waktu pengukuran ( satu
minggu )
3)
Konversi Ransum
Perhitungan konversi ransum dihitung dengan
rumus adalah sebagai berikut :
Konversi ransum (g/mg) =
|
Konsumsi ransum (g/mg)
|
PBB (g/mg)
|
3.8 Analisis
Data
Data yang diperoleh di
analisis dengan menggunakan analisis ragam sesuai dengan rancangan Acak Lengkap
(RAL) dan jika ada perlakuan yang memberi pengaruh nyata akan di uji dengan Uji
Jarak Berganda Duncan (Gasperz, 1991).
Adapun model matematikanya yaitu :
Yij = µ + τί + εij
Keterangan :
Yij
= Hasil pengamatan dari perubah pada penggunaan tepung daun katuk ke-i dengan ulangan ke-j.
µ
= Rata-rata pengamatan
τί
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Dimana : i = 1, 2, 3 dan 4
J = 1, 2, 3 dan 4
DAFTAR PUSTAKA
Abrianto
P. 2011. Cara Mengolah Gamal Untuk Pakan Ternak Sapi. [terhubung Berkala]. http://www.duniasapi.com. (27 September
2014)
Anggorodi, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
BPTU-Balai Pembibitan Ternak Unggul.
2009. Pemanfaatan Tanaman Gamal sebagai Pakan. Palembang.
Card,
L. E and Nesheim. 1972. Poultry
Production. 7 th Ed. Lea and Febinger, Philadelphia. New York.
Chadhokar,
P.A. 1984. Gliricidia muculata a
Promising Legume Fodder Plant Word Animal Review.
Cherry. 1982. Turmeric (Curcuma longa)
root powder and mannanoligosaccharides as alternatives to antibiotics in
broiler chicken diets. J Anim Sci 16(10):1495-1499.
Gohl, B. 1981. Tropical Feed Information Summeries and Nutritive Value, Animal
Production and Health. Series No. 12. FAO.
Hunton,
P. 1995. Poultry Production. Enviromental
Factor Involved in Growth and Develompment. Elsevier. Amsterdam.
Mathius,
W., M. Rangkuti dan A. Djajanegara. 1981. Daya Konsumsi dan Daya Cerna Domba
Terhadap Daun Gliricidia. Lembaran LPP. No 2-4 Tahun IX; 21-24, Bogor
Mathius,
1984. Hijauan Gliricidia sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Majalah Wartazoa Vol
1. Balai Penelitian Ternak Bogor.
Murtidjo,
B.A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Murtidjo
B. 1987. Pedoman meramu pakan unggas. Yogyakarta.
Rasyaf, M.
1992. Pengolahan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.
-----------..
2000. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scott JR.
Newton SH and Katamaya RW. 1982. Evaluation of Sunflower Meal as a Soybean
Replacement in Rainbow Troot Diets. Procedings of Thirty – Sixth Annual
Confrence. South – Eastern Association of Fish and Wildlife Agencies; October
31 to November. 1982. Jacksonvile. Florida.
Siregar,
A. P. 1980. Teknik beternak ayam pedaging di indonesia. Margie grup. Jakarta.
Smith
dan Van Houtret (2000). The feeding value
of Gliricidia sepium. A Jour.
Smith, O. B and M. F. J. Van Houter. 2000. The Feeding Value of
Gliricidia sepium. A Review. World Animal Review. 62: 57 – 68.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Sofjan, I. 2012. Ayam Kampung Unggul Balintak. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Sulastri, S. 1984. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Daun Gamal
dalam Ransum Terhadap Komponen Tubuh dan Karkas Ayam Pedaging. Karya Ilmiah.
Fakultas Pternakan. Institu Pertanian Bogor. Bogor
Sutikno, I., dan Supriyadi. 1985. Coumarin dalam Daun Glirisidia. Ilmu dan Peternakan 8(2) :
44-48.
Tangendjaja, B dan Wina, E. 1993.
Potential and Nutritional Value Of Leaf Meal From Fast Growing Tress.
Procedings Feed Technology Workshop (Tan, R K H and Tangendjaja, B eds) Pp 48 –
68.
Tillman,
A. D., H., Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Wahju
J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
----------.
2004. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wina E, dan Syahgiar S, 1991. Gamal (Gliricidia sepium) dan Manfaatnya. BPT Bogor
Wiradisastra, M.D.H. 1986. Evektivitas Keseimbangan Energi dan Asam
Amino dan Efisiensi Absorpsi dalam Menentukan Persyaratan Kecepatan Tumbuh Ayam
Broiler. Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
sedia bibit azolla bandung - jawa barat pengiriman seluruh NKRI
BalasHapusWHAT APPS / TELP / SMS PASTI DIBALES : 0896 3650 3911
ketik di google : jual azolla bandung utk lebih jelas nya..
kegunaan azolla :
- penghijau dan pendingin kolam ikan, sawah, kolam terpal, kolam air mancur
- pakan alternatif alami ikan gurame, nila , mas, koi, lele, belut, patin dll
- pakan alternatif ayam pedaging + petelur, bebek, entog, ayam adu
- pakan alternatif / pengganti rumput utk sapi, kambing, kerbau, domba tanpa ngarit /kemarau
- bahan baku pupuk hijau dan kompos alami utk tanaman pekarangan, sawah, kebun, lahan gambut
- sebagai pengurai air limbah dan lahan kritis berair misal : bekas galian c, air TPA sampah, kolam pemancingan
- penstabil keasaman air / PH terutama kolam terpal, bak semen, toren cor tebar padat
- kandungan dan kegunaan lain nya bisa cari di google
salam hijau dan kembalikan tanah & air kita sebagai mana fungsi nya tanpa bahan kimia
Casino Games for Android - jtmhub.com
BalasHapusThe latest version of the casino 서산 출장안마 game is available for 영주 출장샵 android devices. Casino Games is 광주광역 출장마사지 also known 파주 출장안마 as a slot machine and casino games 인천광역 출장마사지 is a mobile