Jumat, 14 November 2014

pakan tambahan tepung daun gamal pakan ternak unggas




TINGKAT PEMBERIAN TEPUNG DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN, KOMSUMSI, DAN KONVERSI RANSUM AYAM KAMPUNG SUPER FASE STARTER



PROPOSAL
Oleh

DIDIK KHOIRUL RUDIN
 Nim : 621 409 067

 

PROGRAM STUDI PETERNAKAN  
FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN
JURUSAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2014



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seiring dengan kenaikan jumlah penduduk di indonesia, pengetahuan gizi yang bertambah serta kemampuan daya beli masyarakat yang meningkat berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging sebagai salah satu bahan pangan sumber protein hewani, Daging ayam salah satu sumber protein hewani yang menjadi pangan yang banyak diminati masyarakat.
Ternak unggas mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, dikarenakan dapat memproduksi daging dengan cepat untuk kebutuhan masyarakat. jenis ternak unggas yang berpotensi tinggi untuk terus dikembangkan, salah satunya adalah ayam kampung super. Ayam kampung super merupakan hasil rekayasa genetik yang memiliki tingkat pertumbuhan sangat cepat, kemampuan adaptasi baik dengan kondisi lingkungan dan mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi.
Usaha peternakan ayam kampung super merupakan jenis usaha pemeliharaan ternak yang unggul karena waktu yang diperlukan relatif singkat. Namun dalam pemeliharaannya memerlukan biaya yang cukup tinggi khususnya pada penyediaan ransum. Ransum merupakan komponen terbesar dari biaya produksi yang dapat mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Penyediaan ransum yang memadai secara kualitas dan kuantitas sangat diharapkan dalam peningkatan produktifitas ayam kampung super. Produktifitas yang baik memerlukan ransum yang tepat, berimbang dan efisien.
Dengan tingginya dan mahalnya biaya produksi pakan perlu berinisiatif dengan menyusun ransum sendiri. Namun untuk itu, diperlukan upaya untuk mencari alternatif sumber bahan pakan dengan memanfaatkan bahan ransum Non konvensional yang murah, kualitasnya baik, dan mudah ditemukan di sekitar wilayah peternakan serta tidak bersaing dengan pangan dan dapat menekan biaya produksi. Salah satunya adalah Daun gamal (Gliricidia sepium) merupakan jenis daun dari tanaman leguminosa yang bayak  ditemukan di wilayah peternakan.
Gamal adalah salah satu  jenis tanaman leguminosa yang termasuk jenis tanaman pohon dan perdu yang tidak dapat dijangkau ternak. Pemanfaatan tanaman leguminosa sebagai bahan ransum unggas membutuhkan bantuan manusia. Daun-daun dari jenis tanaman ini dapat diolah menjadi tepung daun sehingga dapat dikonsumsi oleh ternak unggas. Meskipun penambahan tepung daun dibatasi dalam formulasi ransum tetapi diharapkan dapat meningkatkan efesiensi biaya produksi. Daun gamal  adalah bahan pakan alternatif yang dapat digunakan dan dipilih sebagai bahan penyusun ransum mengingat mudah didapat dan mempunyai kandungan nutrisi yang baik serta tersedia secara kontinyu. Berdasarkan hasil analisis penelitian ternak Ciawi Bogor, komposisi kimia daun gamal mengandung protein 25,17 %, lemak 2,9%, abu 8,8%, energi kasar, 19,89 kj/kg, mineral Ca 2,0 %, P 0,35 %, Na 0,4% dan Mg 0,75% (Wina dan Syahgiar, 1991).
Berdasarkan potensi gizi tersebut maka secara kuantitatif tepung daun gamal (Gliricidia sepium) dapat dijadikan sebagai bahan ransum ayam kampung super. Namun gamal mempunyai palatabilitas rendah dikarenakan baunya yang spesifik, bau yang spesifik ini berasal dari senyawa coumarin, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan pelayuan daun gamal sebelum diberikan pada ternak. Sedangkan pada ternak unggas sebelum diberikan, perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan yang dimaksudkan adalah dengan mengubah bentuknya menjadi tepung daun (Sutikno dan Supriyadi, 2005).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pemberian tepung daun gamal (Gliricidia sepium) terhadap pertambahan berat badan, konsumsi, dan konversi ransum pada ayam kapung super.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apakah dengan penambahan tepung daun gamal (Gliricidia sepium) dalam ransum dapat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum pada ayam kampung super?
2.      Berapa persentase level terbaik penggunaan tepung daun gamal?
1.3 Tujuan Penelititian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung daun gamal (Gliricidia sepium) terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi ransum pada ayam kampung super
1.4  Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh penambahan tepung daun gamal (Gliricidia sepium) terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi ransum pada ayam kampung super.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Ayam Kampung Super
Pada tahun 1998 tim peneliti balai penelitian ternak telah melakukan seleksi ayam kampung yang diperoleh dari kecamatan cigudeg dan kecamatan ciawi di kabupaten bogor, dan kecamatan cugenang di kabupaten cianjur, dari kecamatan jati wangi di kabupaten majalengka, dan dari kota depok. seleksi pada mulanya dilakukan untuk menghasilkan sifat mengeram, namun kemudian dilanjutkan dengan melakukan seleksi dengan kreteria produksi telur tertinggi pada 6 bulan pertama pada masa bertelur. intensitas seleksi sebesar 50%berarti sebanyak 50% dari populasi induk ayam yang berproduksi telur tertinggi dipilih untuk dijadikan induk pada generasi berikutnya. saat ini sudah tersedia ayam kampung super generasi ke-6 (sofjan, 2012)
Ayam kampung super bertubuh besar mirip ayam negeri sehingga bobot tubuhya lebih berat dibandingkan dengan ayam kampung seumurnya dalam usia dua bulan beratnya bisa mencapai lebih dari 1,5 kg dan pertumbuhan tubuhnya lebih cepat dibandingkan ayam kampung lainya, bahkan hampir menyamai ayam negeri. kandungan lemak pada dagingnya sangat sedikit dan rasa dagingnya sama dengan rasa daging ayam kampung. masa panen atau umur siap potong tidak jauh berbeda dengan ayam kampung lain, pada umur 2-3 bulan ayam ini sudah bisa dikomsumsi.hal ini berbeda dengan ayam kampung yang baru bisa dikomsumsi setelah umur 4 bulan.
Perbedaan yang paling signifikan antara ayam kampung umumnya dengan ayam kampung super terlihat pada kemampuan menghasilkan daging, terutama pada organ tubuh bagian dada dan bagian paha, seperti ayam pedaging unggul lainya, perkembangan kedua jenis otot tersebut menunjukan bahwa ayam kampung super memiliki sifat dengan jenis ayam pedaging lainya. Ciri-cirinya adalah otot bagian dada dan paha tumbuh lebih cepat dan dominan daripada bagian tubuh lainya (yaman, 2012).
Laju pertumbuhan ayam kampung super memang bisa dibilang bagus yaitu bisa mencapai berat 0,6-0.8 kg pada umur pemeliharaan 45 hari, akan tetapi tingkat komsumsi pakan masih tergolong tinggi. karkas ayam kampung super sepintas memang agak sulit dibedakan dengan ayam kampung asli. pertumbuhan ayam kampung super tidak sebesar ayam pertumbuhan ayam kampung rata-rata, oleh karana itu dapat dimanfaatkan sebagai induk yang dapat disilangkan ayam pejantan unggul local lainya, yang mempunyai sifat pertumbuhan yang lebih cepat. hasil persilangan ini dijadikan sebagai ayam niaga (final stock) pedaging lokal yang pertumbuhanya lebih cepat.

2.2  Gamal (Gliricidia sepium)

Di Indonesia Gliricidia sepium atau yang dikenal dengan gamal, berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, termasuk tumbuh terenial berukur seperti pohon kecil atau semak tinggi dan berakar dalam (Chadokar, 1984), lebih lanjut dinyatakan bahwa produksi segar (daun dan batang) gamal bila ditanam pagar pada areal seluas 1 Ha dengan jarak tanam 1,32 m dan dipanen selama 5 bulan memberi hasil 74,047 kg segar atau 42,963 kg/ha/tahun daun segar.
Tanaman gamal sebenarnya telah lama dikenal dipedesaan, namaun pemanfaatannya dan pembudidayaan tanaman tersebut sebagai sumber pakan belum banyak mendapat perhatian. kegunaan tanaman gamal adalah sebagai tanaman naungan, pagar hidup, penunjang tanaman lain dan sumber hijauan makanan ternak (Mathius, 1984).
Menurut Gohl (1981), klasifikasi tanaman gamal (Gliricidia sepium) adalah sebagai berikut :
Kingdom    :    Plantae
Divisi          :    Spermatophyta
Kelas          :    Dicotyledonae
Famili         :    Papiloceae
Ordo           :    Rosales
Genus         :    Gliricidia
Species       :    Gliricidia sepium
Gohl,(1981) menyatakan bahwa tanaman gliricidia tergolong pohon berukuran sedang dengan tinggi 6-15 meter. Pertumbuhannya sangat cepat dan produksinya tinggi serta berumur relatif panjang. Tanaman gamal yang memiliki pohon kecil ini biasanya bercabang banyak dengan tinggi 2-15 m. Adapun ciri-ciri daun gamal diantaranya batang berdiameter 15-30 cm berwarna hijau ketika masih muda dan jika sudah tua berwarna putih keabu-abuan sampai cokelat kemerahan dengan bintik-bintik berwarna putih. Gamal memiliki bentuk daun elips (oval) dengan panjang rata-rata 2-7 cm dan lebar 1-3 cm. Ujung daun berbentuk lancip dan pangkalnya tumpul (bulat).
2.3 Proses Pengolahan Daun Gamal
Persiapan dimulai dari penyediaan bahan daun gamal yang selanjutnya melalui tahapan pengolahanya yang dapat dilihat pada gambar dibawa ini.



























Rounded Rectangle: TEPUNG DAUN GAMAL
 











Gambar. Diagram pengolahan Daun gamal menjadi Tepung.

 

 

2.3  kandungan Nutrisi Daun Gamal
Pada dasarnya pemanfaatan daun gamal sebagai bahan ransum ternak sangat menguntungkan karena tanaman jenis leguminosa pohon ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Protein kasar berada diantara 18-30% dan nilai kecernaan 50-65%. Selain itu cara budidayanya cukup mudah, tetap berproduksi dengan optimal meskipun kemarau dan dapat memperbaiki kesuburan tanah (BPTU, 2009).Kandungan gamal segar, kering matahari dan kering mutlak disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Kandungan gamal segar, kering matahari dan kering mutlak
Zat Nutrisi
Daun Gamal
Segar (%)
Kering Matahari (%)
Bahan Kering (%)
Air
Protein kasar
Lemak
BETN
Ca
P
Serat kasar
Abu
74,56
6,16
1,18
4,63
1,55
0,06
10,27
2,30
7,98
23,11
4,43
17,37
2,05
0,21
38,49
8,62
-
25,11
4,81
18,88
2,23
0,23
41,83
9,97
Sumber: (Sulastri, 1984)
Daun gamal sudah banyak dianalisis secara proksimat baik di dalam dan luar negeri, komposisi larutan protein sangat bervariasi tetapi secara umum relatif lebih tinggi dari pada rumput-rumputan.
 Menurut Smith dan Van Houtert (2000) bahwa daun gamal mempunyai kandungan PK sekitar 23,00 %, SK 20,70 % dan Ca 1,71 %. Kandungan zat makanan daun gamal dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2. Kandungan zat makanan daun gamal
Nutrien
Kandungan (% BK)
Protein kasar
Serat kasar
Lemak kasar
Abu
Ca
23,00
20,27
3,10
9,70
1,71
Sumber: (Smith dan Van Houtert, 2000)
Berdasarkan hasil analisis penelitian ternak Ciawi Bogor, komposisi kimia tanaman gamal ini mengandung protein 25,17 %, lemak 2,9%, abu 8,8%, energi kasar, 19,89 kj/kg, mineral Ca 2,0 %, P 0,35 %, Na 0,4% dan Mg 0,75% (Wina dan Syahgiar, 1991). Kandungan pro vitamin A pada daun gamal, karoten 368,5 mg/kg BK dan xantofil 892,5 mg/kg BK (Tangendjaja dan Wina, 1993)
Abrianto (2011), menyatakan bahwa pada pohon gamal terdapat molekul alkaloid (yang belum dapat diidentifikasi) dan Tanin, senyawa pengikat protein yang tergolong zat anti nutrisi. Namun kedua senyawa ini jumlahnya tidak sebanyak jika dibandingkan dengan Calliandra calothrysus.
Selanjutnya dijelaskan bahwa kelemahan gamal sebagai bahan ransum ternak yaitu mengandung zat racun. Pertama dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat mengganggu serta menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari coumarin yang disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi. Meskipun coumarin tidak beracun, jika berubah menjadi senyawa dicoumarin dapat berbahaya bagi ternak, terutama ternak monogastrik seperti kelinci dan unggas. Fakta lapangan menunjukkan tidak banyak ternak ruminansia yang keracunan dicoumerol yang disebabkan oleh daun gamal. Senyawa racun lainnya adalah HCN (Hydro Cyanic Acid) sering disebut juga Prusic Acid atau asam sianida. Kandungan HCN dalam gamal tergolong rendah 4 mg/kg, dibanding umbi singkong/ketela pohon yang dapat mencapai 50-100 mg/kg, namun hal ini perlu juga diwaspadai. Zat lain yang perlu diwaspadai adalah nitrat (NO3). Sebenarnya nitrat tidak beracun terhadap ternak, namun jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Dalam gamal juga terdapat zat anti nutrisi, tanin walaupun dalam konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan kaliandra (Calliandra cathrysus) (BPTU, 2009).
Gliricidia sepium atau yang sering disebut gamal mempunyai palatabilitas rendah dikarenakan baunya yang spesifik (Mathius, dkk. 1981). Selanjutnya Sutikno dan Supriyadi (1995) menyatakan bau yang spesifik ini berasal dari senyawa coumarin, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan pelayuan daun gamal sebelum diberikan pada ternak. Pada ternak (terutama sapi) yang belum terbiasa terhadap gamal perlu dilakukan pembiasaan terlebih dahulu. Sedangkan pada ternak unggas sebelum diberikan, perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan yang dimaksudkan adalah dengan mengubah bentuknya menjadi tepung daun (Sutikno dan Supriyadi, 2005). Cara lain untuk meningkatkan palatabilitas ternak terhadap daun gamal adalah pemberian dalam bentuk kering, karena pengeringan dapat mengurangi kandungan kumarin dan asam sianida (Tangendjaja et al., 1991 dan Shull, 1985). Selain itu dengan mengguanakan metode silase, daun gamal dapat digunakan sebagai bahan pakan cadangan yang cukup awet dan disukai oleh ternak.
2.5  Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi setiap ekor ayam dalam waktu tertentu. Wahju (1997) menjelaskan bahwa konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum. Bila ransum diberikan tidak terbatas atau ad libitum, ayam akan makan sepuas-puasnya hingga kenyang. Rasyaf (1992) menyatakan bahwa konsumsi ransum merupakan sejumlah nutrisi yang ada di dalam ransum yang tersusun dari berbagai bahan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak.
Ayam mengkonsumsi ransum terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan energinya. Konsumsi akan meningkat bila ayam diberikan ransum dengan kadar energi rendah (Wahju,1997). Laju ransum dalam alat pencernaan dapat mempengaruhi jumlah ransum yang dikonsumsi, makin cepat aliran ransum dalam alat pencernaan maka makin banyak pula jumlah ransum yang dikonsumsi. Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas dan selera. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur, dan suhu dari ransum yang diberikan. Selera merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar. Faktor lain yang juga mempengaruhi konsumsi adalah ternak, lingkungan, dan stres karena penyakit (Wahju, 1997).
Ransum yang dikonsumsi ternak sebagian dicerna dan diserap tubuh. Sebagian yang tidak dicerna akan diekskresikan dalam bentuk ekskreta. Hal ini dipertegas Murtidjo (1987) bahwa komposisi makanan ternak yang mengandung serat kasar tinggi, akan menyebabkan lebih banyak serat kasar dikeluarkan lewat ekskreta (kotoran) sehingga kesempatan efesiensi yang diperoleh dari ransum yang dikonsumsi akan hilang. Hal tersebut menyebabkan ternak unggas berproduksi dan bertumbuh tidak optimal.
Konsumsi ayam dapat pula dipengaruhi oleh kapasitas tembolok.  Meskipun kebutuhan energinya belum terpenuhi, namun ayam akan berhenti makan apabila temboloknya sudah penuh (Tilman, dkk, 1986).  Rasyaf (1992), menyatakan bahwa tembolok merupakan alat pencernaan pertama sebelum masuk ke proses berikutnya.  Sebagai alat pencernaan pertama yang sifatnya sebagai penampung, kapasitas tembolok tidak banyak atau terbatas.
Cahyono (2001) menyatakan bahwa ransum yang baik harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah berimbang. Selain memperhatikan kualitas pemberian ransum juga harus sesuai dengan umur ayam karena nilai gizi dan jumlah ransum yang diperlukan pada setiap pertumbuhan berbeda.
Serat kasar dalam ransum yang tinggi dapat menyebabkan ayam mengkonsumsi ransum dalam jumlah sedikit karena ayam akan merasa cepat kenyang. Semakin tinggi serat kasar dalam ransum menyebabkan jumlah konsumsi ransum semakin menurun, karena ransum bersifat “bulky” sehingga ransum yang dikonsumsi terbatas (Cherry, 1982). Menurut Riza (2009) unggas mengkonsumsi ransum kira-kira 5% dari bobot badannya.
2.6  Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan mempunyai definisi yang sangat sederhana yaitu peningkatan ukuran tubuh (Hunton, 1995). Pertambahan bobot badan juga dapat diartikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi pertambahan bobot hidup, bentuk dimensi liniear dan komposisi tubuh termasuk komponen-komponen tubuh seperti otak, lemak, tulang, dan organ-organ serta komponen-komponen kimia terutama air dan abu pada karkas (Soeparno, 2005).
Pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan berulang-ulang dalam waktu tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan (Tillman et al., 1991). Kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar, keadaan ini bergantung pada tipe ayam, jenis kelamin, galur, tata laksana, temperatur lingkungan, tempat ayam tersebut dipelihara, kualitas dan kuantitas ransum (Anggorodi, 1980).
Pada masa pertumbuhan, ayam harus memperoleh ransum yang banyak mengandung protein, zat ini berfungsi sebagai pembangun, pengganti sel yang rusak dan berguna untuk pembentukan telur. Kebutuhan protein perhari ayam sedang bertumbuh dibagi menjadi tiga bentuk kebutuhan yaitu protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan, protein untuk hidup pokok dan protein untuk pertumbuhan bulu (Wahju, 2004).
Pertumbuhan sangat erat hubungannya dengan konsumsi, dan diperkirakan 63% dari penurunan pertumbuhan disebabkan karena menurunnya konsumsi ransum dari ayam. Temperatur tinggi dan saat ayam dalam keadaan stress, akan menurunkan pertumbuhannya karena konsumsi ransum yang menurun (Leeson dan Summer, 1991).
Waksito (1983) mengemukakan bahwa ransum merupakan salah satu faktor yang menentukan kecepatan pertumbuhan, oleh karena itu untuk mencapai pertumbuhan yang optimal sesuai dengan potensi genetik diperlukan suatu ransum yang mengandung cukup unsur gizi secara kualitatif dan kuantitatif.  Dengan demikian ada hubungan antara pertumbuhan dengan konsumsi ransum.  Sejalan dengan itu Tilman, dkk (1986) menyatakan bahwa makanan merupakan suatu masalah yang penting dalam suatu usaha peternakan, sebab untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan dibutuhkan sejumlah zat makanan yang bermutu, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Keseimbangan zat-zat nutrisi, terutama imbangan energi dan protein penting karena nyata mempengaruhi pertumbuhan. Pada umumnya semua ternak unggas, khususnya ayam broiler termasuk golongan yang memiliki pertumbuhan cepat. Pertumbuhan ayam pedaging sangat cepat dan pertumbuhan dimulai sejak menetas sampai umur 8 minggu, setelah itu kecepatan pertumbuhan akan menurun (Scott et al., 1982 cit Rasyaf, 1992).
2.7   Konversi Pakan
Sudjana (2008) mengemukakan bahwa konversi ransum diperoleh dari perbandingan ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam waktu pemeliharaan tertentu. Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan atau ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar badan dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum, dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2000).
Nilai suatu ransum selain ditentukan oleh nilai konsumsi ransum dan tingkat pertumbuhan bobot badan juga ditentukan oleh tingkat konversi ransum, dimana konversi ransum menggambarkan banyaknya jumlah ransum yang digunakan untuk pertumbuhannya (Wiradisastra, 1986). Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik. Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya biaya ransum, karena semakin tinggi konversi ransum maka biaya ransum akan meningkat karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot badan dalam jangka waktu tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah (Card dan Nesheim, 1972).
Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, temperature, sanitasi, kualitas pakan, jenis ransum, pengunaan zat aditif, kualitas air, pegafkiran, penyakit dan pengobatanya, manajemen pemeliharaan, selain itu factor pemberian pakan,penerangan, dan factor social turut mempengaruhi konversi pakan (lancy dan vest 2000).


2.8 Kerangka Pikir
Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar.































Rounded Rectangle: VARIABEL YANG DIAMATI
Ø	KONSUMSI RANSUM
Ø	PBB
Ø	KONVERSI RANSUM





Rounded Rectangle: TINGKAT PEMBERIAN TEPUNG DAUN GAMAL TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN, KOMSUMSI, DAN KONVERSI RANSUM AYAM KAMPUNG SUPER
 


















Gambar. Kerangka pikir penelitian pemanfaatan tepung daun Gamal terhadap pertambahan bobot badan, komsumsi,dan konversi ransum
2.9  Hipotisis Penelitian
Diduga bahwa penambahan tepung daun gamal dalam ransum dengan tingkat yang berbeda berpengaruh pada konsumsi, pertambahan bobot badan, dan konsumsi ransum ayam kampung super.




















BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan, di kandang ayam JDS (jalan dua susun), Kelurahan Dembe jaya, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Waktu Penelitian ini dimulai dari bulan November 2014, Sampai dengan selesai.
3.2  Materi Penelitian
1.      Ternak
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) ayam kampung super sebanyak 80 ekor, Sesuai dengan jumlah yang akan digunakan untuk penelitian.
2.      Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang koloni (colony cage) yang terbuat dari material kayu dan bambu beralas ran kawat yang berukuran 4m x 2m yang terbagi menjadi 16 petak dan ukuran tiap 1m x 0,5m, yang masing-masing unit dilengkapi dengan tempat pakan dan minum, dan lampu pijar 40 watt Sebagai penerang.
3.      Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi: timbangan untuk menimbang ransum, bobot badan, konsumsi dan konversi pakan, ember untuk wadah mencampur dan menyimpan ransum, Alat tulis menulis, serta kamera untuk dokumentasi.
4.      Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum hasil formulasi, menggunakan bahan pakan yaitu jagung kuning, dedak padi (bekatul), tepung ikan, kedelai giling, bungkil kelapa, tepung daun gamal, minyak kelapa, Suplemen Ca & P, premix dan garam. Ransum disusun sesuai kebutuhan nutrien untuk ayam kampung super, menggunakan ransum dengan kandungan energi metabolisme sebesar 2900 Kkal/kg, dengan kandungan protein kasar sebesar 18% .
3.3 Formulasi Ramsum Penelitian
Kandungan nutrisi bahan pakan yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat Pada Tabel .
Tabel 3. kandungan Bahan Pakan
Bahan Pakan
BK
(%)
Protein
(%)
ME
(Kkal/kg)
Serat Kasar
(%)
Lemak
(%)
Ca
(%)
P
(%)
Jagung kuning
Dedak padi
Bungkil kelapa
Kedelai giling
Tepung ikan
83
89.7
86.3
89.5
91.9
9
11.5
20.5
37
53.9
3430
2100
1540
3510
2640
2.5
20.5
12
5.7
1
3.8
7.9
6.7
17.9
4.2
0.02
0.07
0.18
0.39
5.68
0.28
1.5
0.54
0.83
3.73
Tepung daun gamal
92.02
25.17
19.89
20.27
2.9
2
0.13
Minyak kelapa
Suplemen Ca & P
Garam
Premiks
0
99
99.6
99.6
0
0
0
0
8600
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
38
0
0
0
10
0
0

Untuk Formulasi ramsum dan komposisi nutrien masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel
Tabel 4. Komposisi Nutrisi Formulasi Ransum Percobaan
Bahan Pakan
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
Jagung kuning
Dedak halus
Bungkil kelapa
Kedelai giling
Tepung ikan
Tepung daun gamal
Minyak kelapa
Suplemen Ca & P
Garam
Premiks
49.0
15.0
7.0
14.5
11.0
0.0
1.0
1.0
0.5
1.0
47.0
16.0
7.0
13.0
10.0
3.0
1.5
1.0
0.5
1.0
45.0
15.0
6.7
14.0
8.0
6.0
2.8
1.0
0.5
1.0
43.0
13.0
5.0
19.5
5.0
9.0
3.0
1.0
0.5
1.0
Total
100.0
100.0
100.0
100.0

Tabel 5. Komposisi Nutrisi Pakan Ransum Percobaan
Kandungan Nutrient
P0
P1
P2
P3
Bahan kering (%)
Protein (%)
Energi Metabolisme (Kkal/kg)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Ca (%)
P (%)
85.74
18.86
2988.85
6.08
6.57
1.09
1.03
85.47
18.46
2905.80
6.74
6.35
1.09
0.99
84.47
18.15
2906.27
7.10
6.36
1.04
0.91
84.48
18.57
2901.14
7.33
6.96
0.95
0.80

3.4  Rancangan Penelitian
Dalam Penelitian ini rancangan penelitian yang akan digunakan yaitu mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gazper, 1991) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana 4 perlakuan terdiri dari :
P0 : Ransum Dasar (Kontrol)
P1 : Ransum Dasar Mengandung 3% Tepung Daun Gamal
P2 : Ransum Dasar Mengandung 6% Tepung Daun Gamal
P3 : Ransum Dasar Mengandung 9% Tepung Daun Gamal
Masing – masing perlakuan di ulang sebanyak 4 kali, sehingga dibutuhkan 80 ekor ayam kampung super.
3.5  Prosedur Penelitian
1)      Persiapan dimulai dari penyediaan tepung daun yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu daun gamal, daun tersebut sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu dan dibuat dalam bentuk tepung, selanjutnya ditambahkan (dicampur) dengan bahan pakan lain, dan dibuat dalam suatu formulasi ransum yang akan diberikan pada ayam kampung super. Ransum kontrol dan ransum perlakuan serta air minum diberikan secara ad-libitum pada pagi, siang dan sore hari.
2)      Persiapan kandang penelitian dilakukan sebelum DOC (Day Old Chick) datang. Persiapan dilakukan dengan pengalasan kandang menggunakan serbuk gergaji yang ditutup dengan kertas koran, penyemprotan desinfektan untk membasmi mikroba atau parasit dalam kandang, pemasangan alat pemanas dengan menggunakan balon pijar 40 watt sebanyak 16 buah.
3)      Day Old Chick (DOC) yang digunakan berjumlah 80 ekor. Pada saat masuk DOC diistirahatkan dan diberi air gula pasir untuk memenuhi kebutuhan energi yang hilang dalam perjalanan dan empat jam kemudian DOC diberi pakan berupa butiran dan air minum. Day Old Chick (DOC) ditempatkan dalam kandang litter yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum.
4)      Pemeliharaan melalui 2 tahap pemeliharaan, pertama pada priode broading diberikan ransum P0 selama 10 hari dan pemeliharaan ke 2 yaitu umur 11 sampai 39 hari diberikan ransum mengandung perlakuan tepung daun Gamal. sebelum dimasukkan dalam petak kandang ayam ditimbang untuk mendapat berat badan homogen, dan setiap petak kandang di isi 5 ekor ayam kampung. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak sebelum ayam dimasukkan dalam petak kandang.
5)      Vaksinasi ND dengan vaksin strain ND B1 melalui tetes mata pada umur 4 hari. Vaksin gumboro pada umur 12 hari melalui air minum dan vaksin ND lasota pada umur 21 hari melalui air minum.
3.6 Teknik Pengambilan Data
          Pengumpulan data akan dilakukan setiap hari selama penelitian, penghitungan konsumsi ramsum akan dilakukan setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan akan dilakukan setiap minggu pada pagi hari sebelum ternak diberikan pakan.
3.7 Parameter Penelitian
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah :
1)         Konsumsi Pakan
Konsumsi ransum dihitung dengan menimbang ransum yang diberikan dan sisa ransum setiap minggu. Konsumsi ransum per ekor perminggu dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Konsumsi pakan (g/e/mg) =
Ransum yang diberikan (g) – Ransum sisa (g)
Jumlah ayam (e)

2)                  Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan setiap minggu diukur dengan menimbang ayam pada akhir minggu. Pertambahan bobot badan per ekor perminggu dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PBB (g)    =
BBt (g) – BBt-1 (g)
Jumlah ayam
Keterangan :
PBB          = Pertambahan berat badan
BBt            = Berat badan akhir minggu (berat akhir)
BBt-1          = Berat badan minggu sebelumnya (berat awal)
t                 = Waktu pengukuran ( satu minggu )
3)                  Konversi Ransum
Perhitungan konversi ransum dihitung dengan rumus adalah sebagai berikut :
Konversi ransum (g/mg) =
Konsumsi ransum (g/mg)
PBB (g/mg)



3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh di analisis dengan menggunakan analisis ragam sesuai dengan rancangan Acak Lengkap (RAL) dan jika ada perlakuan yang memberi pengaruh nyata akan di uji dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Gasperz, 1991).
Adapun model matematikanya yaitu :
            Yij       = µ + τί + εij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan dari perubah pada penggunaan tepung daun katuk ke-i  dengan ulangan ke-j.

µ    = Rata-rata pengamatan
τί    = Pengaruh perlakuan ke-i
εij   = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Dimana : i = 1, 2, 3 dan 4
    J = 1, 2, 3 dan 4








DAFTAR PUSTAKA
Abrianto P. 2011. Cara Mengolah Gamal Untuk Pakan Ternak Sapi. [terhubung Berkala].  http://www.duniasapi.com. (27 September 2014)
Anggorodi, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
BPTU-Balai Pembibitan Ternak Unggul. 2009. Pemanfaatan Tanaman Gamal sebagai Pakan. Palembang.
Card, L. E and Nesheim. 1972. Poultry Production. 7 th Ed. Lea and Febinger, Philadelphia. New York.
Chadhokar, P.A. 1984. Gliricidia muculata a Promising Legume Fodder Plant Word Animal Review.
Cherry. 1982. Turmeric (Curcuma longa) root powder and mannanoligosaccharides as alternatives to antibiotics in broiler chicken diets. J Anim Sci 16(10):1495-1499.
Gohl, B. 1981. Tropical Feed Information Summeries and Nutritive Value,  Animal Production and Health. Series No. 12. FAO.
Hunton, P. 1995.  Poultry Production.  Enviromental Factor Involved in Growth and Develompment. Elsevier. Amsterdam.
Mathius, W., M. Rangkuti dan A. Djajanegara. 1981. Daya Konsumsi dan Daya Cerna Domba Terhadap Daun Gliricidia. Lembaran LPP. No 2-4 Tahun IX; 21-24, Bogor
Mathius, 1984. Hijauan Gliricidia sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Majalah Wartazoa Vol 1. Balai Penelitian Ternak Bogor.
Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Murtidjo B. 1987. Pedoman meramu pakan unggas. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1992. Pengolahan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.
-----------.. 2000. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scott JR. Newton SH and Katamaya RW. 1982. Evaluation of Sunflower Meal as a Soybean Replacement in Rainbow Troot Diets. Procedings of Thirty – Sixth Annual Confrence. South – Eastern Association of Fish and Wildlife Agencies; October 31 to November. 1982. Jacksonvile. Florida.
Siregar, A. P. 1980. Teknik beternak ayam pedaging di indonesia. Margie grup. Jakarta.
Smith dan Van Houtret (2000). The feeding value of Gliricidia sepium. A Jour.
Smith, O. B and M. F. J. Van Houter. 2000. The Feeding Value of Gliricidia sepium. A Review. World Animal Review. 62: 57 – 68.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sofjan, I. 2012. Ayam Kampung Unggul Balintak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Sulastri, S. 1984. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Daun Gamal dalam Ransum Terhadap Komponen Tubuh dan Karkas Ayam Pedaging. Karya Ilmiah. Fakultas Pternakan. Institu Pertanian Bogor. Bogor
Sutikno, I., dan Supriyadi. 1985. Coumarin dalam Daun Glirisidia. Ilmu dan Peternakan 8(2) : 44-48.
Tangendjaja, B dan Wina, E. 1993. Potential and Nutritional Value Of Leaf Meal From Fast Growing Tress. Procedings Feed Technology Workshop (Tan, R K H and Tangendjaja, B eds) Pp 48 – 68.
Tillman, A. D., H., Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
----------. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wina E, dan Syahgiar S, 1991. Gamal (Gliricidia sepium) dan Manfaatnya. BPT Bogor
Wiradisastra, M.D.H. 1986. Evektivitas Keseimbangan Energi dan Asam Amino dan Efisiensi Absorpsi dalam Menentukan Persyaratan Kecepatan Tumbuh Ayam Broiler. Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.






2 komentar:

  1. sedia bibit azolla bandung - jawa barat pengiriman seluruh NKRI
    WHAT APPS / TELP / SMS PASTI DIBALES : 0896 3650 3911
    ketik di google : jual azolla bandung utk lebih jelas nya..

    kegunaan azolla :
    - penghijau dan pendingin kolam ikan, sawah, kolam terpal, kolam air mancur
    - pakan alternatif alami ikan gurame, nila , mas, koi, lele, belut, patin dll
    - pakan alternatif ayam pedaging + petelur, bebek, entog, ayam adu
    - pakan alternatif / pengganti rumput utk sapi, kambing, kerbau, domba tanpa ngarit /kemarau
    - bahan baku pupuk hijau dan kompos alami utk tanaman pekarangan, sawah, kebun, lahan gambut
    - sebagai pengurai air limbah dan lahan kritis berair misal : bekas galian c, air TPA sampah, kolam pemancingan
    - penstabil keasaman air / PH terutama kolam terpal, bak semen, toren cor tebar padat
    - kandungan dan kegunaan lain nya bisa cari di google

    salam hijau dan kembalikan tanah & air kita sebagai mana fungsi nya tanpa bahan kimia

    BalasHapus
  2. Casino Games for Android - jtmhub.com
    The latest version of the casino 서산 출장안마 game is available for 영주 출장샵 android devices. Casino Games is 광주광역 출장마사지 also known 파주 출장안마 as a slot machine and casino games 인천광역 출장마사지 is a mobile

    BalasHapus